Belum Rejekinya...?


Ada beberapa saluran rizki yang sudah tersedia untuk kita, akan tetapi saluran itu tersendat karena sesuatu hal sehingga apa yang seharusnya kita terima, harus kita terima dengan tangan kosong dengan hati yang lapang. Semua itu tentunya tak lepas dari kendali sang Pengatur rizki, Allah swt. Untuk menguji hambaNya agar lebih pandai menata hati. Prinsipku dan suami sama, yang penting kita sudah berusaha untuk mengingatkan para pemegang kebijakan untuk menyalurkan hak kita, tanpa kita harus menengadahkan tangan apalagi mengemis. Terkadang aku memilih memposisikan diri sebagai orang yang diam sampai perhatian orang lain tertuju padaku, atau tidak ada perhatian sama sekali. Seperti yang kualami beberapa kali ini.

Kelahiran anak membawa rizki, dan ada hak yang baru kami sadari bisa kami ambil, yaitu dana ta’awun kelahiran anak dari lembaga. Kami baru menyadari hal itu, karena tidak ada pemberitahuan, apalagi ucapan selamat. Tanpa bermaksud untuk mencap miskin ukhuwah, karena kenyataannya kesibukan menyita waktu dan pikiran membuat kami lupa memperhatikan saudara kami. Saat Di berusia lima bulan, barulah kami mengajukan hak kami. Akan tetapi… ya, antara menunggu dan tidak menunggu, ternyata, sampai Di delapan bulan, dana itu tak pernah turun.
Tapi Alhamdulillah kami tetap mensyukurinya. Karena rizki Allah datang dari arah yang lain. Alhamdulillah, semoga ini memberi pelajaran bagi kami untuk mengikhlaskan hak kami. Karena Allah Yang Maha Kaya, lebih berhak menentukan dari mana rizkiNya akan dicurahkan pada hambaNya.
Yang kedua adalah, peristiwa yang sangat sepele tapi memberi kesan mendalam untukku. Kawan-kawan mengenalku, doyan makan apa aja, apalagi pada masa menyusui seperti sekarang ini, aku berusaha agar pasokan nutrisi dalam tubuhku terpenuhi. Siang itu, karena keasyikan bikin film sampai lewat tengah malam, pada jam istirahat, setelah makan siang aku tertidur beberapa menit. Hal itu membuatku telat menghadiri rapat dadakan kegiatan besar tahunan siang hari jam 13.30. Begitu aku datang dan duduk, dimulailah rapat lesehan tanpa kami memikirkan ada yang datang. Oh, sepuluh cup es teh manis untuk melepas dahaga dua belas orang yang ada di ruangan itu. Tentu saja, setiap tangan tak melewatkan untuk mengambil jatah minumnya, meletakkan di dekat tempat duduknya. Kecuali diriku, yang menunggu sampai semua cup terbagi rata. Hasilnya adalah, tentu saja aku tidak kebagian. Mmm… tapi masih ada harapan, datang lagi beberapa mangkuk bakso, yang ternyata baru kusadari jumlahnya juga sepuluh. Meski ada harapan, insya Allah, bisa menikmati suguhan rapat siang ini seperti yang lain-apalagi ibu menyusui-mengkasihani diri- akan tetapi aku tetap mempersilakan mangkok itu agar terbagi rata. Dan tak perlu dihitung lagi, tentu saja aku tidak kebagian. Dengan tempat dudukku yang tidak terlalu ujung, aku mengira ada sedikit perhatian dari kawan-kawan di sebelahku, bahwa ada yang tidak minum, juga tidak makan, seperti kawan-kawan yang lain, atau bahkan seperti dirinya sendiri. Tetapi perhatian itu ternyata nihil sampai rapat berakhir. Sementara aku perhatikan juga, ada seorang kawan yang tidak makan, tapi minum, dan dia ibu menyusui juga. Ya…biarlah, tetap harus aku syukuri karena sebelum datang rapat ini aku sudah makan siang dan minum cukup. Mungkin sebagian orang di sini harus melupakan jam makan siangnya untuk datang rapat tepat waktu. Meski dalam hati kecilku sungguh menyayangkan, semoga saja aku salah berprasangka, bahwa cerminan dari pribadi-pribadi yang kurang perhatian memenuhi rapat kegiatan besar tahunan kami. Pun sekaligus, semestinya aku juga mengevaluasi diri, sejauh mana kepedulianku pada orang lain.
Yang ketiga persepsi seseorang tentang hari. Ada yang bilang berakhirnya hari adalah setelah jam nol nol atau tengah malam. Tapi ada juga yang berpersepsi bahwa berakhirnya hari adalah setelah jam kerja habis atau pulang ngantor, dan itu artinya sore hari adalah tutup hari. Persepsi itu kemudian mengakhiri harapan lembur suami dan juga aku semalaman untuk membuat film untuk dilombakan. Sehingga apa yang telah kami buat, akhirnya harus menjadi arsip di computer kami. Bayangan akan keterlibatan kami dalam lomba tersebut, tidak menjadi kenyataan. Kesempatan untuk mendapatkan hadiah yang bisa berguna untuk membantu pekerjaan kami pun lewat. Tanpa protes bahwa satu hari masih sampai tengah malam, kami terima saja persepsi hari dari PJ lomba, tanpa kami mendapat pemberitahuan sebelumnya. Harapan yang lain dari hasil film itu, semoga manfaat untuk kegiatan pembelajaran.
Tapi Alhamdulillah kami syukuri juga. Biarlah rizki itu jatuh ke tangan orang yang lebih membutuhkan. Allah Yang Maha Kaya memberikan rizki dalam bentuk lain yang sangat kami syukuri. Rizki yang bahkan ternyata jauh lebih ber’harga’ dari pada sekedar hadiah yang kami harapkan, , tanpa bermaksud untuk pamer. Insya Allah barang tersebut juga sangat bermanfaat untuk pekerjaan kami sebagai pendidik.
Ketika di suatu tempat, hak kami seperti tak tersalurkan, Alhamdulillah, Allah Yang Maha Kaya memberikan kejutan yang menghibur hati kami yang memilih diam tak lebih dari sekali menuntut. Berharap pada makhluk ataupun lembaga yang ditangani oleh makhluk hanya akan membuat kita kecewa, sedangkan Allah tidak akan menyia-nyiakan setiap tetes keringat kita. Dan rizkiNya yang paling berharga lagi adalah hati yang lapang dan qona’ah.
Alhamdulillah… Dan nikmatNya yang manalagikah yang akan kau dustakan?
Serang, 15 Februari 2010

Komentar

Winy mengatakan…
kangen ngobrol2 sama kamu nov..

Postingan Populer