Mall Oh Mall


Mungkin lucu atau kampungan atau apalah istilahnya...kalo di jaman sekarang masih ada seorang wanita muda berpenghasilan yang gak suka pergi ke mall karena tidak bisa bersahabat dengan suasana mall yang glamour, diwarnai dengan lantunan musik masa kini dan sebagainya deskripsi tentang mall yang menjauhkan manusia dari realita. Masa di mana wanita berjilbab pun sudah tidak asing dengan mall.
Tapi aku lebih rela dibilang kampungan dari pada harus merelakan diri untuk berlama-lama main di mall bersama suami atau bersama kawan-kawanku. Meski tak kupungkiri aku juga seorang ibu muda, yang senang berbelanja, senang melihat 'barang-barang bagus', dan kadang juga muncul rasa penasaran ingin menjelajahi mall-mall yang baru dibangun di berbagai sudut kota.

Tapi entah kenapa...mungkin beberapa poin ini yang membuatku sepertinya lebih memilih diam di rumah membaca buku, atau bermain bersama anakku, atau bersilaturahim ke rumah kawan, dari pada ke mall:

Pertama, yang mana dulu ya...awal mengenal apa itu mall, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya, penasaran, merasa tertarik, merasa terlena dengan keramaian dan kenyamanan, juga kesempatan untuk melihat-lihat barang bagus, mulai dari aksesoris, baju, kosmetik, sandal, sepatu sampai perabot. Tapi setelah menjadi ibu-ibu yang mengenal macam-macam pasar, pasar tradisional, pasar modern sampai mall...(secara...karena sebelum jadi ibu-ibu paling gak suka diajak ke pasar, setelah jadi ibu-ibu mau gak mau harus ke pasar), maka menjadi semakin perhitungan. Bahkan untuk membeli sesiung bawang putihpun. Kalo gak karena benar-benar kepepet, terpaksa, pasti akan lebih memilih beli di pasar tradisional. Karena secara kualitas juga belum tentu berbeda, tapi secara harga, sangat berbeda. Pasar tradisional menawarkan ke'murah meriahan'. Pengeluaran bisa ditekan, sehingga bisa dialihkan untuk memenuhi kebutuhan yang lain.
Apakah itu sama dengan bermental 'miskin'? Oh, tidak, menurutku, itu adalah bermental 'pedagang atau pebisnis'. Bukan juga bermental 'pelit'. Karena kalo direnungkan, daripada belanja di mall dengan pengeluaran yang lumayan, aku lebih suka berbagi dengan pedagang pasar tradisional. Sebagian sisa uang belanja juga bisa disedekahkan kepada orang yang membutuhkan.

Kedua, berkaitan dengan poin pertama, tentang peduli pada nasib orang lemah secara ekonomi. Ada hal yang membuatku sangat malu pada diri sendiri ketika berada di mall. Bukan malu karena penampilan yang kurang mewah, atau malu karena terkesan kampungan, tapi aku malu berada di tempat yang membuatku hampir lupa dengan realitas kondisi saudara-saudara kita, khususnya di Indonesia. Masih sempat-sempatnya di tengah keramaian mall aku merenung, apakah mereka yang berada di sana adalah orang-orang yang cuek dan tak punya empati terhadap nasib orang lemah.

Ketiga, berkaitan juga dengan poin kedua, kadang aku bertanya-tanya, apakah orang-orang yang suka pergi ke mall menganggap mall adalah tempat hiburan yang lebih baik daripada dunia gemerlap, yang bisa mengatasi masalah 'hati' mereka. Yaitu hati yang tidak pernah puas dengan dunia ini, hati yang kering, hati yang gundah gulana karena ada masalah entah percintaan, rumah tangga, atau sekedar masalah kejenuhan dengan rutinitas harian. Aku sendiri merasa, mencari hiburan bukanlah tempat untuk menyelesaikan masalah. Jika masalahnya adalah tidak pernah puas dengan dunia, menurutku lebih tepat jika solusinya adalah:
- qona'ah atau merasa cukup,
- bersyukur dengan apa yang dimiliki, meski kelihatannya sederhana, tidak sehijau rumput tetangga, yang penting adalah nilai fungsinya, atau
- merenungkan nasib saudara-saudara kita yang kondisinya lebih susah dari kita
Jika masalahnya adalah hati yang kering, menurutku lebih tepat jika solusinya adalah:
- membaca Al Qur'an, hadist dan buku-buku agama
- mengisi kekosongan hati dengan memperbanyak wawasan,
- menulis diari sebagai bagian dari evaluasi diri,
Jika masalahnya adalah hati yang gundah gulana, menurutku lebih baik diselesaikan dengan
- membaca Al Qur'an
- menulis diari
- curhat pada orang yang bijak dan memahami agama
- masalah percintaan, jika putus dengan pacar, ucapkan Alhamdulillah, karena Allah telah menyelamatkan kita dari terjerumusnya kita ke lembah kenistaan
- jika belum juga punya pacar,ucapkan Alhamdulillah, dan mengisi hidup dengan hal-hal yang bermanfaat dan bisa mempercantik inner beauty kita. Kalo sudah cantik luar dalam, insya Allah banyak laki-laki baik dan bertanggung jawab yang berlomba-lomba meminang ^_^
- jika bermasalah dengan keluarga, menjauh dari mereka dan sibuk dengan dunia sendiri sesaat mungkin terasa menenangkan, tapi bukan menjadi solusi jika dilakukan terus menerus. Sebaliknya, seharusnya kita justru semakin mendekat pada keluarga kita dengan hati yang lebih terbuka
- jika merasa jenuh dengan rutinitas harian, solusinya adalah jadilah orang yang kreatif. Kreatif mencari variasi kesibukan yang bermanfaat untuk mencegah kejenuhan datang menghinggap. Contohnya, dengan melihat kembali visi misi hidup kita, bersilaturahim, menambah ketrampilan hidup, iseng-iseng jualan dan sebagainya.
permasalah yang ada di sini mungkin belum mencakup semuanya, tapi intinya, mall bukan tempat untuk menyelesaikan masalah. Mungkin ini tidak berlaku bagi para pebisnis muda yang memilih mall jadi tempat pertemuan dengan clien. Karena presentasenya juga tidak lebih besar dari konsumen.

Keempat, hatiku sepertinya menolak untuk dibuat terlena dengan suasana di mall yang penuh dengan glamour, musik yang membahana, juga ruang AC yang sangat nyaman, penerangan yang memadai. Yang membuat orang betah berlama-lama di sana, tak ingat waktu. Coba saja, perhatikan, di mall mana yang memasang jam dinding besar-besar? bahkan jam dinding kecil saja tidak ada? Kenapa? Karena para investor di sana tentu ingin membuat konsumen 'terbuai terlena' dengan suasana AC dan penerangan yang memadai sehingga lupa waktu dan asik berbelanja, makan atau sekedar having fun. Bahkan musik di mall dibuat membahana supaya suara adzan tidak terdengar jelas.

Kelima, aku heran dengan beberapa fasilitas ibadah/musholla di mall yang agak memprihatinkan. Kalo gak letaknya di lantai atas, bisa di lantai bawah tapi di luar gedung, atau di dalam gedung dengan ruang yang kurang luas, kadang tanpa AC. Ya, meskipun ada juga mall yang fasilitas ibadahnya nyaman dan memadai. Akan tetapi, hampir aku belum menemukan musholla di mall yang ruagannya kedap udara. Yang menjamin para penggunanya dapat beribadah dengan tenang tanpa mendengar kebisingan suara musik. Alhamdulillah aku tidak bekerja di mall, yang mau gak mau harus sholat dalam keadaan bising. Bagaimana bisa mendapatkan ketenangan dari sholat yang kita kerjakan?
Tapi Alhamdulillah, masih banyak yang ingat sholat di tengah keramaian seperti itu.

Keenam, kondisi food court di sana. Desain interior, etalase menu, pajangan menu yang menarik serta pelayan yang ramah dan selalu bertanya, "mau pesan apa?"
Rasanya juga tak kalah menarik dan unik.
Tapi siapa yang menjamin kehalalan menu yang disajikan di sana?

Apalagi ya? Mungkin masih banyak lagi. Tapi pemaparan di atas bukan berarti menjadikanku anti pergi ke mall. Jika memang ada keperluan mendesak atau sesuatu yang hanya bisa dibeli di mall, ya aku juga tidak akan menghindarkan diri dari sana. Hanya mungkin tidak akan betah berlama-lama.

Terima kasih kepada kawan-kawanku yang telah memeperkenalkan dunia gemerlap berbentuk 'mall' padaku. Yang membuatku bosan, dan akhirnya memahami bahwa tidak semua yang menurut orang lain menarik, juga menarik bagi diriku. Dan membuatku berharap, semoga anak cucuku, juga tidak takut di cap 'kampungan' jika tidak suka pergi ke mall.

Alhamdulillah bagiku ada yang lebih menarik, menenangkan dan menggembirakan dari pada itu semua.
Ingin tahu?

Komentar

Postingan Populer