Ibu Rumah Tangga

Menjadi housewife, nama keren dari ibu rumah tangga? Adalah impian Ummi, semenjak duduk di bangku kuliah. Lalu apa guna Ummi mengenyam pendidikan tinggi-tinggi kalo ujung-ujungnya Ummi Cuma mengasuh anak dan mengurus rumah saja? Kenapa Ummi tetap bersemangat menamatkan pendidikan sarjana Ummi yang kandungan ilmunya tentu jauh lebih rumit dan belum tentu dipakai di dunia rumah tangga kelak?
Alhamdulillah, insya Allah Ummi punya potensi, yang gak bisa dianggurkan begitu saja – begitu kata…siapa ya? – Menjadi ibu rumah tangga bukan justru mengubur potensi Ummi, tapi di saat seperti itulah, tantangan bagi Ummi untuk menggali sendiri potensi Ummi sesungguhnya. Siapa bilang, menjadi ibu rumah tangga tidak perlu sarjana?
Bahkan seperti pengalaman yang dikisahkan oleh Ibu Rohanah, istri pengusaha Furniture dan Perlengkapan Lab local, beliau adalah tipe ibu rumah tangga yang senang bereksperimen dan beliau menularkan semangatnya pada anak-anaknya. karena itulah dengan penuh keberanian, walaupun beliau bukan dari latar belakang pendidikan sains, beliau memilih mendidik anak-anaknya sendiri di rumah atau istilah lainnya home schooling. Maka sebelum beliau terjun sebagai guru pertama bagi anak-anaknya, beliau tempuh pendidikan PAUD untuk memantapkan niatnya. Alhamdulillah, begitu beliau bercerita, apa yang beliau ajarkan pada anak-anaknya, tidak ketinggalan dari apa yang anak-anak lainnya dapatkan di sekolah. Meskipun dengan pengorbanan waktu, biaya dan tenaga yang tak sedikit. Beliau mengungkapkan, biaya yang beliau keluarkan untuk pendidikan home schooling anak-anaknya, tak jauh beda nilainya dengan biaya yang akan beliau keluarkan jika anak-anaknya bersekolah di sekolah swasta favorit. Jadi memang bukan sekedar main-main tanpa arah, tapi ada kurikulum dan media pembelajaran yang terancang, meski istilah ‘main’ lebih populer di telinga anak-anaknya dari pada istilah ‘belajar’. Misalnya, ketika anak-anaknya belajar tentang jenis-jenis ayam, maka beliau membeli beberapa jenis ayam dan membuat kandang ayam di pekarangan rumah. Ketika ayam-ayam tersebut bertelur, alat pengeraman telur beliau sediakan, sehingga anak-anaknya semakin antusias menunggui saatnya ayam telah menetaskan telurnya. Sehingga bukan hanya ilmu sains teori yang bisa mereka pelajari dari buku, tapi mereka mengambil ilmu langsung dari alam (sains). Selain memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya, beliau juga turut peduli dengan kondisi masyarakat lingkungan tempat beliau tinggal. Misalnya, ketika pada jam malam, masih ada saja muda-mudi yang nongkrong di pinggir jalan, tanpa mengacuhkan aturan main jam belajar masyarakat. Beliau turut menyalurkan aspirasinya pada pihak terkait.
“Menjadi ibu rumah tangga bukan berarti diam di rumah. Kita juga punya peran sebagai anggota masyarakat, untuk menjaga ketertiban dan keshalihan masyarakat khususnya tempat kita tinggal,” demikian kata beliau, seorang ibu rumah tangga yang juga meluangkan waktunya untuk membantu usaha suami.
Saat ini… meskipun Ummi punya profesi di instansi pendidikan boarding school, ummi tetap berusaha untuk menjalankan peran Ummi sebagai ibu rumah tangga. Meski lelah sepulang kerja, ummi tetap mengusahakan rumah dalam keadaan rapi, cucian pakaian tidak menumpuk sampai melebihi keranjang pakaian kotor yang ukurannya Cuma cukup menampung cucian satu hari, cucian piring juga tidak melebihi ukuran wastafel, rumah tertata rapi, menyempatkan memasak untuk abi jika ada yang bisa dimasak, membuatkan minuman, menyiapkan bekal snack untuk abi, sesekali menyemir sepatu abi, sesekali menyetrika baju dan sebagainya. Kelihatannya sepele dan sebenarnya hal-hal di atas bisa diselesaikan oleh khadimat ummi. Tapi ummi sangat menikmati serba-serbi kesibukan rumah. Apalagi jika di rumah ada kesempatan untuk bermain bersama Di, sembari menyisipkan pengetahuan tentang nama-nama benda, menghitung angka, mengajari istilan bahasa Arab dan Inggris yang singkat dan mudah, dan turut bermain dalam kesukaan Di.
Menyenangkan sekali rasanya. Bisa melayani suami, dan juga menemani anak bermain dan belajar. Subhanallah. Inilah mungkin fitrah seorang wanita. Walaupun lelah, walaupun begitu banyak job harian, ketika kembali ke rumah dan mengerjakan tugas kewanitaannya, hati kembali bergembira.
Sehingga ketika instansi tempat ummi bekerja menuntut ummi untuk mengerahkan seluruh waktu dan tenaga ummi sehingga ummi tidak punya kesempatan lagi untuk berada di rumah, menunggu kedatangan suami dan mengasuh Di, maka… Insya Allah ummi akan berusaha menuntut hak ummi sebagai ibu dan istri. Kelihatannya egois ya… memang. Setidaknya, inilah hal kecil yang bisa ummi lakukan sebagai wujud keprihatinan ummi terhadap eksploitasi waktu, tenaga dan pikiran para ibu sehingga mereka hampir-hampir tak punya waktu untuk anak dan suaminya. Meskipun tidak semua wanita yang sibuk berarti mengabaikan suami dan anak-anaknya. Ada juga wanita yang bisa mengambil peran yang sangat efektif sehingga walaupun singkat pertemuan dengan keluarga, bisa menghasilkan pertemuan yang berkualita. Akan tetapi, wanita seperti itu tidaklah banyak, dan juga tidaklah mudah pembentukannya.
Maka khususnya dalam hal pekerjaan wanita, yang di sini bukan sekedar pekerjaan, akan tetapi amanah membentuk karakter ummat, wanita tetap tidak bisa disamakan dengan laki-laki. Ketika ada peraturan bahwa laki-laki harus ngantor dari pagi sampai sore, maka ijinkan para wanita bisa menunaikan kewajibannya terhadap anak-anaknya. bukan sekedar menyusui bayinya hingga 6 bulan, tetapi juga turut terlibat dalam pendidikan dan pengasuhan anak-anaknya.
Karena itulah, meski sudah menjadi hal yang lazim para khadimat di kompleks kami tinggal biasanya berangkat pagi pulang sore, Ummi dari dulu hingga sekarang, tetap bertahan dalam keadaan khadimat datang pagi, pulang siang. Walaupun siang hari, ummi juga tidak terbebas dari kesibukan bahkan hingga malam hari, maka bagaimana caranya pengasuhan Di tetap terpegang ummi dan abinya. Entah dengan cara Di diikutkan dalam aktivitas ummi dan abinya, atau salah satu dari kami yang ‘free job’ mengasuh anak kami. Pekerjaan mengasuh anak, yang secara naluri adalah tugas seorang ibu, tidak mutlak membuat abi lepas dari keterlibatan dalam pengasuhan anak. Apalagi dengan posisi, ummi juga punya aktivitas di luar. Kegiatan ‘saling bergantian’ mengasuh anak ini, pada awalnya juga bukan pekerjaan mudah buat abi. Meski abi ngotot mengeluarkan statement pengakuan bahwa abi bisa mengasuh anak, abi suka anak-anak. Tapi akhirnya, didukung dengan kepercayaan diri abi untuk mengasuh anak, kegiatan ini berjalan sewajarnya, tanpa menuai keluhan sana sini. Seiring juga dengan bertambahnya usia Di, dan perkembangan fisik dan lahirnya yang semakin memungkinkan abi untuk ikut mengasuh Di.
Untuk para ibu dan para ayah… lainnya, semoga dimudahkan untuk menjaga titipanNya.

Komentar

Postingan Populer