KB : Komunikasi dan Komitmen Suami Istri


Sesuatu yang mungkin jarang terencanakan oleh calon pasangan suami istri atau pasangan muda yang baru menikah adalah masalah perencanaan kelahiran anak. Hampir setiap keluarga ikhwah menginginkan memiliki keturunan yang banyak seperti disunnahkan Rasulullah. Tidak ada istilah penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan atau istilah dari pemerintah “keluarga berencana” dengan tambahan keterangan dua anak cukup alias disingkat KB.
Namun, apakah berarti keluarga kita –yang menginginkan banyak anak- tidak perlu KB dalam arti yang lebih luas “Perencanaan”?
Perencanaan keluarga ibarat kemudi hidup berumah tangga. Perencanaan visi, misi, masa depan, karir, anak, dsb. Salah satunya adalah perencanaan kelahiran anak. Sebagian mungkin memilih mengalir saja tanpa perencanaan. Anak pertama lahir, disusul anak kedua, ketiga, dan seterusnya tanpa perencanaan. Sebagian lagi memilih melakukan perencanaan terhadap kelahiran, dengan menunda kehamilan kedua, hingga waktu tertentu karena sebab-sebab tertentu pula. Kemudian ada lagi yang memilih menghentikan kehamilan dengan menggunakan alat kontrasespsi permanen.
Posisi ummi dan abi saat ini adalah memilih opsi kedua. Melakukan perencanaan terhadap kelahiran, yang terkomunikasikan satu sama lain.
Beberapa wanita yang baru melahirkan mungkin tidak akan menemui masa suburnya hingga 2 tahun menyusui, sehingga ia tidak perlu melakukan cara lain untuk menunda kehamilan. Namun kebanyakan wanita akan kembali mendapati masa suburnya setelah 5 atau 6 bulan menyusui, sehingga sangat rawan untuk hamil lagi. Bagi yang ingin menunda kehamilan, ada yang menggunakan cara alami, atau cara buatan. Secara alami dapat menggunakan system kalender atau cara yang dilakukan para sahabat pada masa Rasulullah saw. Secara buatan menggunakan macam-macam alat kontrasepsi yang ditawarkan para bidan, klinik atau rumah sakit, seperti suntik, pil, spiral, kondom, operasi, dsb. Menunda kehamilan dengan alat kontrasepsi yang kini banyak tersedia, kelihatannya simple, praktis, dan memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi, dibandingkan dengan metode secara alami. Apalagi bagi wanita yang memiliki kekacauan jadwal haid atau kondisi lain yang membuat pasangan sulit menggunakan cara alami. Ada pula yang setelah mencoba menggunakan alat kontrasepsi buatan, akhirnya kembali ke metode alami, karena factor keluhan dan efek samping yang ditimbulkan.
Namun, entah pencgah kehamilan alami atau buatan, hal yang jauh lebih penting dari itu -menurut hemat kami- adalah komunikasi dan komitmen suami istri dalam perencanaan kelahiran anak. Meski tidak menafikkan kehendak dari Dzat Yang Maha Menghidupkan.
Alhamdulillah keadaan seperti itu sudah terkomunikasikan sejak sebelum kehamilan dan dimantapkan lagi setelah kelahiran anak pertama.
Kami sepakat untuk menunda kehamilan berikutnya hingga usia anak kami minimal 2 tahun. Maka setelah lahir anak kami yang pertama, kami memilih untuk menunda kehamilan selanjutnya sampai anak kami berusia minimal 2 tahun. Salah satu sebab kami menunda kehamilan yang kedua adalah ingin menyempurnakan penyusuan hingga 2 tahun. Selain itu, dalam jangka waktu tersebut kami merasa perlu untuk menata kesiapan fisik dan psikis ummi untuk hamil kembali serta kesiapan kami untuk mengasuh anak. Kami sepakat mengupayakan pencegahan kehamilan secara alami, tanpa menggunakan alat kontrasepsi ini itu. Adapun setelah nifas selesai, ummi langsung haid, kemudian berhenti selama kurang lebih tiga bulan, dan haid kembali sekitar empat bulan setelah melahirkan. Masa-masa itu tentu saja sangat rawan untuk ummi hamil kembali. Padahal, selain itu, kondisi jadwal haid ummi sebelum menikah, juga setelah menikah dan melahirkan, terbilang kacau. Maju mundur, bahkan cenderung selalu mundur. Sehingga metode kalender tentu saja tidak berlaku bagi kami. Ketika suami istri ada yang sangat telaten melingkari angka-angka di kalender, sampe sekarang, abi sendiri tidak tahu apa itu KB kalender, lantaran kami tidak pernah memberlakukan metode itu. Sehingga mau gak mau cara alami yang lain yang harus kami gunakan adalah metode yang pernah dilakukan oleh para sahabat, pada masa Rasulullah saw masih hidup di tengah-tengah mereka. Rasulullah saw juga tidak melarang mereka melakukan cara tersebut untuk mencegah atau menunda kehamilan. Cara tersebut terkenal dengan istilah azl atau coitus interrupts.
Seiring perkembangan ilmu dalam bidang kedokteran, sepertinya cara tersebut terbilang ketinggalan jaman, bahkan ada pula yang –maaf- mengatakan, cara tersebut kurang memuaskan. Cara tersebut baru akan ditempuh pasangan ketika kondisinya benar-benar mendesak, misalnya sang istri tidak cocok memakai alat kontrasepsi jenis apapun. Itupun setelah melalui percobaan menggunakan jenis pil, suntik, spiral dsb. Namun, masih ada pasangan yang menggunakan cara tersebut. Salah satunya adalah kami. Alhamdulillah sejauh ini, cara tersebut tidak mengurangi kualitas hubungan kami, Insya Allah.
Ada beberapa hikmah yang bisa kami syukuri dari hal tersebut
Bahwa di dunia ini, segala kesenangan bersifat fana. Kebahagiaan yang besar dari ikatan suci pernikahan juga membuahkan tanggung jawab yang besar. Sehingga pernikahan adalah mitsaqan ghalida (perjanjian yang kokoh/berat).
Bahwa penyaluran kebutuhan biologis adalah fitrah sepasang manusia dalam ikatan pernikahan, yang tidak bisa dipungkiri, dihindari karena alasan apapun.
Bahwa perencanaan kelahiran bukan semata tanggung jawab seorang istri, sementara para suami bersikap cuek terhadap masalah tersebut. Komunikasi dan komitmen suami istri sangat penting untuk kemaslahatan bersama. Pun juga suami istri perlu selalu menyelaraskan visi dan misi.
Bahwa anak adalah titipan dari Allah swt. Mereka mempunyai hak-hak yang harus kita penuhi. Sebagai orang tua kita juga perlu belajar untuk menata dan mengukur kemampuan diri kita untuk menunaikan hak-hak mereka.
Dan lagi… masa-masa menunda kehamilan secara alami ini, kami anggap sebagai bentuk pengendalian diri kami, bentuk curahan kasih sayang kepada anak kami yang belum genap 2 tahun, sekaligus bentuk rasa syukur kami akan kesenangan yang diberikan Allah swt, bahwa di balik setiap kesenangan yang Allah swt berikan, ada amanah yang harus kami tunaikan selanjutnya. Lantaran masa penantian yang cukup lama, ketika saatnya tiba kami merencanakan kembali kehamilan berikutnya, keadaan kami seolah-olah seperti pengantin baru lagi… :)

Komentar

Postingan Populer