Pilih Riba atau Jual Beli?

Sejatinya Rasulullah saw tidak mencontohkan ataupun mengajarkan berhutang untuk membeli sesuatu. Entah sesuatu itu bernilai besar atau kecil, Islam lebih mengajarkan umatnya untuk menabung. Itulah poin inti yang Ummi tangkap setelah menjelajahi informasi tentang pinjam meminjam. Berawal dari kesukaan yang kadang dipertanyakan manfaatnya, Ummi sedikit menemukan pencerahan soal pinjam meminjam uang alias hutang piutang, meski untuk merealisasikannya menguras pikiran dan tenaga Ummi. Apalagi dalam urusan ini, kami melibatkan peran orang lain. Ketika kaka dari Sragen mengabarkan harga tanah yang kami tawar sudah deal hampir sesuai dengan penawaran kami, Ummi dan Abi mencari cara untuk bisa melakukan pembayaran tunai terhadap tanah tersebut. Meski nyatanya, keadaan keuangan kami barulah separuh dari harga jual. Yah, memang baru segitu tabungan kami. Untuk menghindari keribetan dalam masalah pembayaran dan proses pengalihan tanah, kami memilih untuk melakukan pembayaran tunai, jika memang ada jalan. Apalagi keberadaan tanah tersebut jauh dari tempat kami tinggal saat ini. Pilihan pertama yang mengandung resiko paling kecil adalah meminjam pada orang tua Ummi. Selain kami bisa mendapat pinjaman tanpa bunga, kami juga bisa memilih jumlah angsuran yang akan kami setor setiap bulannya. Azzam kami untuk segera melunasi walaupun dari orang tua kami, serta kepiawaian Ibu dalam mencatat transaksi, akan lebih memudahkan proses pinjaman tersebut. Namun, belum rizki kami melalui orang tua kami, karena beberapa bulan ke depan adik Ummi akan segera menikah dan tentunya membutuhkan biaya yang tak sedikit. Sehingga orang tua kami hanya bisa memberikan pinjaman yang tak besar jumlahnya. Tapi Alhamdulillah. Kemudian kami hitung-hitung lagi sisa uang yang harus kami cari. Ya Rabbi, bantulah kami menyelesaikan permasalahan ini… pinta Ummi hampir setiap saat. Bahkan ketika waktu Ummi hampir habis karena memikirkan masalah ini, sementara Ummi dan Abi harus datang rapat siang itu, dalam hati Ummi berbisik, “Ya Rabb, hamba harus menghadiri rapat, karena ini amanah hamba, meski hamba masih dengan pikiran bermacam-macam untuk mencari solusi dari permasalahan kami. Hamba akan datang rapat, karena ini amanah. Maka bukakanlah jalan, melalui kedatangan hamba dalam rapat siang ini. Kemudian, tanpa disangka, diduga, selepas rapat, bendahara koperasi lembaga kami menghampiri kami. Untuk memberitakan sesuatu yang membahagiakan bagi kami, yaitu lembaga kami siap membantu kami dalam urusan jual beli tanah di kampong kami, dengan catatan, kami memilih margin singkat maksimal 10 bulan Alhamdulillah, satu demi satu jalan terbuka lebar. Akan tetapi, kami masih terus memutar otak, bagaimana agar kami tidak terjerat oleh hutang piutang yang melilit. Karena akad dan pembayaran di koperasi bersifat kaku, maka, kami harus mencari pinjaman lain yang lebih bisa mengurangi beban kami. Kemudian mas dari Sragen menawarkan untuk meminjam uang di bank konvensional. Setelah dihitung-hitung, ternyata jumlah angsuran tiap bulannya sama dengan jika kami meminta bantuan koperasi. Bedanya, kami bisa memilih margin yang akan kami ambil sesuai dengan kesediaan kita untuk membayarkan tagihan. Misalnya, kita memilih margin 20 bulan, maka, cicilan tiap bulannya tentu tidak akan sebesar jika kami memilih margin 10 bulan. Cukup menggiurkan, mengingat kami juga masih dilanda keraguan apakah kami sanggup jika menggunakan margin 10 bulan, seperti yang ditawarkan di koperasi lembaga kami. “Oke deh mas,” kata Abi, disusul respon dari mas dari Sragen, “Oke, ntar segera ta hubungi temen Mas yang di bank,” Sembari menunggu kabar dari Mas, kami masih juga berpikir, sudah tepatkah langkah yang kami ambil… Detik demi detik berpacu, tiba-tiba Ummi teringat sesuatu sehingga Ummi langsung berucap, “Bi, batalin aja pinjaman di bank,” Tangan Ummipun segera meraih HP dan berselancar di dunia maya, mencari artikel tentang riba, sehingga Ummi menarik kesimpulan untuk mencegah diri Ummi dan keluarga dari hal tersebut. Beberapa di antara dalil tentang riba, Ummi kutip di bawah ini, “Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Ruum: 39) “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imraan: 130) “Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.”(HR.Bukhari fathul bari/V:4/H:394/bab:24) Alhamdulillah, Abi langsung setuju dengan Ummi. Kami langsung menggagalkan rencana pinjam ke bank, dan Alhamdulillah Mas dari Sragen juga tidak mempermasalahkan hal tersebut. Selanjutnya, kami masih memastikan, apakah dalam sistem peminjaman koperasi di lembaga kami mengandung unsur riba juga seperti yang lain. Setelah mendapat penjelasan dari pengurus koperasi, kami lega, karena ternyata persepsi kami tentang pinjam meminjam berbunga, tidaklah benar. Yang tepat adalah, koperasi lembaga kami menawarkan akad jual beli, di mana koperasi akan membeli barang yang kemudian dijual kepada kami dengan harga yang lebih tinggi, namun pembayarannya boleh dicicil, tanpa bunga. Pilihan via koperasi itu, mungkin agak pahit, karena marginnya yang hanya 10 bulan. Wajar mereka memberi batas waktu yang lebih singkat, karena posisi tanah yang akan kami beli jauh dari tempat kami sekarang. Tapi, sepahit apapun, itu lebih baik dari pada Allah swt dan RasulNya tidak meridhai. Masih ada Allah swt, tempat kami bertawakkal. Ummi yakin, Allah swt akan memberikan kemudahan kepada orang-orang yang berjalan meraih keridhaanNya.

Komentar

Postingan Populer